Mengubah Energi

Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Energi hanya bisa diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.

Hayo anak IPA, pastinya masih ingat, kan, sama hukum kekekalan energi yang barusan saya tulis? Walaupun saya akhirnya lebih senang mendalami topik-topik ekonomi, namun saya masih ingat beberapa hal tentang sains yang saya pelajari saat penjurusan di SMA.

FYI, saya dulu paling sebal sama pelajaran Fisika. Tapi lumayan suka sama Kimia. Jadi, tidak banyak yang saya tekuni dari fisika, cuman saya ingat beberapa penerapannya di kehidupan sehari-hari. Misal kenapa kalau tikungan curam jalannya harus dibuat miring (melawan gaya sentrifugal), kenapa kalau kebanyakan gaya, tandanya hidup kita banyak tekanan, wkwk. Bercanda.

Foto oleh Ketut Subiyanto

Namun soal kekekalan energi ini saya selalu berusaha membuat energi-energi yang saya miliki bisa diubah menjadi manfaat. Sebagai ibu rumah tangga, tentunya pekerjaan rumah adalah lingkaran setan yang nggak bakalan habis. Cucian kalau tidak segera digiling akan berubah wujud jadi amoeba, beranak pinak hingga bikin pusing kepala. Di ember ada, di dalam mesin cuci ada, di jemuran ada, dikeranjang baju bersih juga sudah jadi gunung Kilimanjaro. Ternyata lemarinya hanya untuk hiasan, karena dalamnya kosong.

Saat pekerjaan rumah sedang banyak-banyaknya, rasanya hanya lelah dan ogah untuk menyelesaikannya. Malah timbul kemarahahan, kekesalan, dan segala efek samping dari stress karena penundaan. Padahal itu semua salah sendiri, kenapa selalu menunda pekerjaan. Kalau disalahkan malah menjadi-jadi marahnya. Bagaimana bukan lingkaran setan?

Baiklah, cukup ngomongin setannya.

Kalau mau mundur sejenak, sebenarnya di dalam satu hari itu kita punya energi lebih untuk disalurkan. Hanya saja kita sering salah menyalurkan energi itu, sehingga terbuang sia-sia. Misalnya energi untuk marah. Marah pasti selalu muncul, entah apapun penyebabnya. Yang jadi sorotan adalah, energi marah itu mau diubah menjadi marah-marah atau jadi berkah? Biar pas aja sih pakai kata berkah. Kan enak dibacanya.

Kalau saya, kembali ke inti pembahasan di paragraf satu, energi marah tersebut akan saya ubah menjadi bahan bakar untuk bekerja. Bahan bakar untuk menyelesaikan gunung Kilimanjaro menjadi lembah terindah di dunia (karena bersih dari amoeba). Energi untuk menulis juga, biasanya kalau lagi gemas dengan suatu hal, saya langsung menulis. Mau seribu kata juga ayo.

Jika energi yang besar itu kita ubah menjadi bahan bakar untuk produktif, maka selamat! Anda akan menjadi orang yang paling beruntung di dunia. Namun, jika Anda menuruti hawa nafsu, ya kemungkinan besar energi Anda akan menjadi sia-sia karena sifatnya bisa merusak.

Jadi, sudahkah Anda menyalurkan energi Anda secara tepat hari ini? Mari berkontemplasi.

Indriani Taslim

Madiun, 22 Juni 2023

Tantangan 100 hari menulis — hari 26/100

Leave a comment