Rumah : Tempat Segalanya Bermula

Apa makna rumah bagi kalian?

Bagi saya, rumah adalah tempat memulai segalanya. Rumah adalah tempat mewujudkan mimpi-mimpi. Rumah adalah tempat menjalani hari-hari yang saya inginkan. Rumah adalah tempat healing. Rumah adalah ketenangan.

Tidak banyak yang tahu tentang cerita rumah pertama saya. Kalaupun tahu, pasti simpang siur dengar dari orang lain. Kalaupun tahu, pasti bukan dari saya, karena saya jarang menceritakan tentang rumah ini pada orang lain, kecuali beberapa orang saja secara personal. Itupun karena saya ditanya.

Foto oleh Kindel Media

Bagi sebagian besar orang, memiliki rumah adalah kebutuhan yang mainstream. Semua orang yang berumah tangga butuh rumah, apapun wujudnya. Ada yang masih tinggal di rumah ortu atau mertua. Ada yang memilih mandiri dengan mengontrak, KPR, rumah dinas, menempati rumah orang lain (hanya disuruh menempati, bukan menyewa), dsb. Saya memiliki beberapa kenalan yang menempati rumah orang lain karena dipercaya untuk merawat asset orang kaya yang punya beberapa rumah. Dan itu bagi saya adalah karunia besar. Tidak banyak loh, yang dipercaya buat merawat rumah orang lain.

Continue reading “Rumah : Tempat Segalanya Bermula”

Harga yang Harus Dibayar

Mastery over misery is no mystery. Time helps but much depends on what one does with time.

Vincent Okay Nwachukwu

Saat kita berusaha untuk mencapai sebuah tujuan, ada hal-hal yang tidak bisa dilewatkan seperti melakukan rutinitas yang membosankan dan melewati kurun waktu sekian jam, hari, bulan, dan tahun untuk sampai kepada tujuan kita. Ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan sesuatu, bukan hanya dengan uang tapi juga dengan hal tak kasat mata seperti yang saya sebutkan tadi : rutinitas dan waktu.

Katakanlah untuk menciptakan habit menulis, kita perlu melakukan hal yang tampaknya membosankan. Duduk menulis selama 30 menit, menulis 3 halaman, mengedit dan mempublikasikan tulisan. Namun, jika kita memperlakukan rutinitas tersebut seperti halnya saat kita bermain game, tentu akan lebih mengasyikkan.

Foto oleh Alexander Kovalev

Saat bermain game, semua yang kita lakukan adalah rutinitas. Mulai dari menyalakan device, menyalakan game, memainkan game (membunuh musuh/membangun kerajaan, menerapkan strategi-strategi, dll). Kita melakukan itu semua satu per satu sampai kita naik level. Kita terus melakukan rutinitas yang membawa kita menjadi master. Keahlian tidak didapatkan dari melewatkan proses rutin, kita bisa disebut ahli jika mampu menahan kebosanan dalam melakukan rutinitas, sampai kita melakukan segala sesuatu secara otomatis.

Continue reading “Harga yang Harus Dibayar”

Kepribadian Kita Tidak Statis

Suatu hari, kita bertemu dengan seorang kawan lama. Obrolan mengalir, menceritakan ini dan itu, masa-masa yang pernah dilewati bersama. Tentang kebodohan di masa lalu yang kita lakukan, peristiwa yang memalukan, maupun hal negatif lainnya yang bisa jadi sebenarnya tidak penting tapi terus diingat oleh kawan lama kita.

Bukan hanya teman lama, orang tua, saudara, atau siapa pun orang yang pernah terlibat dalam kehidupan masa lalu kita, pasti pernah mengungkapkan hal-hal yang telah terjadi di masa lalu. Sesuatu yang sebenarnya ingin kita lupakan, namun mereka ingat dan mengingatkan kita.

Bahkan, sosial media Facebook memiliki pengingat akan setiap status yang pernah kita buat setiap harinya dalam kurun waktu beberapa tahun. Kemudian ada kawan yang mengomentari atau membagikan status tersebut sehingga kita bisa membacanya kembali.

Foto oleh EKATERINA  BOLOVTSOVA: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-orang-cangkir-relaksasi-teman-teman-4051134/

Foto oleh EKATERINA BOLOVTSOVA

Kenangan, nostalgia, sejarah, apapun namanya.

Saya adalah tipe orang yang mengingat beberapa detail kecil tentang sebuah peristiwa, orang, maupun benda yang pernah hadir di masa lalu. Ada sebagian ingatan yang sebenarnya tidak ingin saya ingat, tapi saya mengingatnya terus. Dari waktu ke waktu, ingatan tentang hal itu berkelebat.

Continue reading “Kepribadian Kita Tidak Statis”

Halaman Kosong

Bagi seorang penulis, pelukis, ilustrator, designer, apapun pekerjaan yang membutuhkan lembaran kosong untuk menampung kreativitas, halaman kosong bisa menjadi sebuah hal yang menakutkan.

Tanya saja kepada pemimpi penulis (orang yang bercita-cita ingin menulis, tapi tidak jua segera menulis), halaman kosong dengan kursor berkedip maupun alat tulis di genggaman menimbulkan ketakutan tersendiri. Bagaimana saya mulai menulis, topik apa yang harus saya angkat, bagaimana jika tulisan saya jelek.

Namun, hal itu wajar. Ketika berhadapan dengan halaman kosong, pikiran kita malah menyuruh tangan ini bergerak ke sana ke mari, membuka youtube, makan atau minum sesuatu, scrolling hape.

Foto oleh John Diez

Kita bisa mengatasi ketakutan akan halaman kosong dengan melakukan beberapa hal berikut :

  • Mulai Menulis Apapun

Tahukah Anda, Anda bisa membuang paragraf-paragraf awal (bahkan seluruh halaman awal) sebuah tulisan jika Anda merasa tulisan Anda terlalu ngaco di awalnya. Menuangkan seluruh isi kepala tanpa takut adalah cara untuk membunuh ketakutan akan halaman kosong itu sendiri.

Dengan melakukan pemanasan, Anda akan terpantik untuk menulis lebih banyak, ide akan lebih mudah untuk keluar daripada Anda diam saja tidak mengetik apapun. Tidak perlu berekspektasi bahwa Anda akan menulis sebuah masterpiece pada tulisan Anda, Anda hanya perlu menuliskan yang terbaik dan percaya diri dengan apa yang Anda tuliskan.

Kita bisa mengedit tulisan jelek. Namun, kita tidak pernah bisa mengedit halaman kosong.

Continue reading “Halaman Kosong”

Menciptakan Dunia Baru

Salah satu hal yang saya sukai dari fiksi adalah saya bisa menciptakan dunia baru yang sama sekali berbeda dengan realitas yang terjadi saat ini.

Anak sulung saya tadi mengungkapkan hal yang bikin saya tersenyum. Sehabis membaca buku, kira-kira 4 halaman, dia mendatangi saya seraya berkata, “Mah, aku bisa lho menciptakan dunia yang berbeda dengan yang aku lihat saat ini…” ujarnya sambil tersenyum lebar.

Saat itu saya menyadari, yang dia maksud adalah dia sedang berimajinasi saat membaca buku maupun melihat tayangan di youtube/game. Saya menanggapinya, “Bagus! Itu namanya kamu sedang berimajinasi.”

Foto oleh İsra Nilgün Özkan

Saya sering ditanya bagaimana caranya menulis fiksi? Menciptakan dunia yang baru, dimana para tokoh bisa berada di dunia yang diciptakan oleh penulisnya, memiliki konflik yang sebenarnya tidak ada namun biasanya relevan dengan yang terjadi di dunia nyata.

Orang yang membaca fiksi, biasanya terlarut dengan dunia baru yang dikarang penulis, hasil imajinasi dari penulis, bermanifestasi menjadi imajinasi pembaca. Jika yang digunakan adalah sudut pandang pertama, maka perasaan melekat akan semakin kuat, seakan-akan kitalah tokoh utama yang sedang mengalami konflik dalam cerita fiksi tersebut. Maka, penulis yang baik adalah penulis yang dapat membuat pembacanya hadir dalam dunia rekaan yang sedang dibangun oleh penulisnya. Imajinasi penulis, ditransfer menjadi imajinasi pembaca.

Continue reading “Menciptakan Dunia Baru”

Apel-apel Busuk

Disclaimer : Menulis artikel ini, tidak berarti saya adalah orang yang mudah memaafkan, tapi sedang belajar memaafkan kesalahan orang lain, serta memaafkan diri sendiri. Saya menulis untuk mendalami ilmu memaafkan.

***

Izinkan saya mengutip kisah yang pernah saya tulis di sini.

Ada seorang guru di sekolah dasar yang ingin mengajarkan kepada anak didiknya betapa pentingnya menjaga hati dari perbuatan dendam. Suatu hari, guru tersebut meminta siswanya untuk menuliskan daftar seluruh nama teman atau orang lain yang pernah menyakiti hati mereka. Kemudian, Sang Guru meyuruh mereka menghapus nama-nama yang telah ditulis itu apabila mereka sudah memaafkannya. Mengejutkan, ternyata banyak anak yang masih memiliki daftar panjang orang yang belum mereka maafkan.

Kemudian sang guru menyuruh mereka menuliskan nama yang belum terhapus tadi pada sebuah apel, satu nama satu apel. Mereka sangat gembira, mereka menyangka Sang Guru akan menyuruh mereka untuk memakan apel itu sebagai wujud balas dendam. Bahkan ada anak yang bersemangat menulis puluhan nama di atas puluhan buah apel.

Foto oleh Jill Wellington

Namun, apa yang terjadi? Ternyata, dugaan mereka salah. Mereka harus membawa apel-apel tersebut kemanapun mereka pergi. Baik itu di rumah, di sekolah, saat bermain, bahkan ke kamar mandi. Anak-anak itu mematuhi perintah gurunya. Selama berhari-hari, anak-anak itu membawa kantung plastik berisi ‘apel-apel dendam’ mereka.

Semakin lama, kegiatan membawa kantung plastik berisi apel itu makin membuat mereka tidak nyaman sendiri. Anak yang paling banyak membawa apel merasa lelah. Apalagi apel-apel itu mulai mengeluarkan bau busuk. Akhirnya, murid-murid itu protes kepada gurunya karena mereka tidak tahan lagi dengan tugas itu.

Continue reading “Apel-apel Busuk”

Berkomitmen Walau Sibuk

Bagaimana caranya memenuhi komitmen pada suatu tugas atau proyek, walaupun Anda sedang sibuk? Mungkin ini adalah misteri bagi Anda yang punya banyak hal untuk dilakukan, tapi merasa waktunya terlalu sedikit untuk menyelesaikan itu semua.

Bagi saya, caranya cukup simpel.

Apakah Anda punya waktu untuk tidur, mandi, makan, dan scroll layar handphone? Jika iya, maka Anda pasti juga bisa meluangkan waktu untuk melakukan proyek kreatif yang ingin Anda lakukan. Kok bisa? Bagaimana caranya?

Foto oleh Pavel Danilyuk

Tentu bisa. Saya sudah pernah membahas hal ini dalam artikel Meluangkan Waktu. Anda bisa melakukan apapun, dengan cara make time, meluangkan waktu untuk setiap tugas yang harus Anda selesaikan. Itu lebih mudah dilakukan jika sifatnya berupa sesuatu yang harus dilakukan seperti kewajiban dasar hidup dan pekerjaan. Namun, di sini saya membicarakan tentang proyek-proyek kreatif dalam hidup yang ingin Anda lakukan, sifatnya tidak wajib, namun jika dilakukan akan menambah value Anda serta meningkatkan kualitas hidup Anda.

Contohnya, saya meluangkan waktu untuk menulis. Bagaimana cara agar saya bisa memenuhi komitmen saya sebagai penulis yang menulis setiap hari dan menghasilkan karya? Saya harus berkomitmen dengan proyek menulis saya, walaupun saya sibuk.

Continue reading “Berkomitmen Walau Sibuk”

Jelang Paruh Baya

Mungkin, sebagian dari pembaca saya masih berkutat dengan quarter life crisis, ada pula yang sudah menginjak kepala 3 seperti saya, dimana quarter life crisis sudah lewat dan sekarang sedang menjalani krisis menjelang fase hidup berikutnya : paruh baya.

Menengok ke belakang sejenak, ternyata quarter life crisis yang saya alami cukup nano-nano. Kalau bikin autobiografi, mungkin bisa sampai 800 halaman lebih. Setengahnya mungkin akan berisi airmata, karena memang tidak indah jalan hidup saya. Namun, ada satu hal yang saya syukuri, saya sudah melewatinya dan kini berada di fase jelang paruh baya.

Foto oleh Antoni Shkraba

Saya pernah membayangkan fase ini, saat saya awal kuliah. Saat itu saya sedang memberikan les privat mengaji kepada seorang anak guru SD, di mana ibu guru SD itu juga ibu kos di tengah kota Ponorogo. Waktu itu, saya ditanya, kenapa kok tidak ambil jurusan guru SD? Enak lho mbak, siang sudah pulang, bisa nyambi kegiatan lainnya. Gajinya juga tetap. Intinya dia sedang memberitahu enaknya hidupnya saat menjadi guru.

Continue reading “Jelang Paruh Baya”

Mengubah Energi

Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Energi hanya bisa diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.

Hayo anak IPA, pastinya masih ingat, kan, sama hukum kekekalan energi yang barusan saya tulis? Walaupun saya akhirnya lebih senang mendalami topik-topik ekonomi, namun saya masih ingat beberapa hal tentang sains yang saya pelajari saat penjurusan di SMA.

FYI, saya dulu paling sebal sama pelajaran Fisika. Tapi lumayan suka sama Kimia. Jadi, tidak banyak yang saya tekuni dari fisika, cuman saya ingat beberapa penerapannya di kehidupan sehari-hari. Misal kenapa kalau tikungan curam jalannya harus dibuat miring (melawan gaya sentrifugal), kenapa kalau kebanyakan gaya, tandanya hidup kita banyak tekanan, wkwk. Bercanda.

Foto oleh Ketut Subiyanto

Namun soal kekekalan energi ini saya selalu berusaha membuat energi-energi yang saya miliki bisa diubah menjadi manfaat. Sebagai ibu rumah tangga, tentunya pekerjaan rumah adalah lingkaran setan yang nggak bakalan habis. Cucian kalau tidak segera digiling akan berubah wujud jadi amoeba, beranak pinak hingga bikin pusing kepala. Di ember ada, di dalam mesin cuci ada, di jemuran ada, dikeranjang baju bersih juga sudah jadi gunung Kilimanjaro. Ternyata lemarinya hanya untuk hiasan, karena dalamnya kosong.

Saat pekerjaan rumah sedang banyak-banyaknya, rasanya hanya lelah dan ogah untuk menyelesaikannya. Malah timbul kemarahahan, kekesalan, dan segala efek samping dari stress karena penundaan. Padahal itu semua salah sendiri, kenapa selalu menunda pekerjaan. Kalau disalahkan malah menjadi-jadi marahnya. Bagaimana bukan lingkaran setan?

Continue reading “Mengubah Energi”

Feeling Content

Apa kabar Anda hari ini?

Apakah Anda menganggap diri Anda merasa puas dengan pencapaian Anda hari ini?

Jika Anda kesulitan menjawab pertanyaan kedua, Anda tidak sendiri. Di zaman sekarang ini, sulit mencari rasa puas, sebab standar kepuasan dan kebahagiaan selalu disandarkan dengan “umumnya” dan “rata-rata orang lain”. Jarang yang secara sadar bertanya pada diri sendiri, apa yang sebenarnya ingin Anda lakukan dalam hidup? Apa yang membuat diri Anda merasa cukup?

Saya juga sering berada di situasi terlalu mementingkan apa kata orang daripada mendengarkan kata hati. Apa yang saya lakukan, bersandar pada apa yang orang lain inginkan dari saya. Bukan karena saya ingin benar-benar melakukannya. Akhirnya hidup hanya sekedar hidup, mengerjakan segala sesuatu karena terpaksa. Tidak ada sesuatu yang membuat saya semangat untuk bangun pagi dan menjalani aktivitas di hari itu dengan terpaksa.

Foto oleh Andrea Piacquadio

Padahal, saya tahu bahwa waktu kita sangat terbatas. Kita diberi jatah waktu yang sama oleh Tuhan, tidak ada yang dilebihkan. Tapi saya lupa, bahwa sebenarnya waktu itu bisa dimaksimalkan penggunaannya, sehingga terasa cukup, bahkan cukup leluasa untuk mengerjakan banyak aktivitas. Caranya adalah dengan menggunakan waktu tersebut secara efektif dan efisien. Besungguh-sungguh pada suatu urusan, kemudian bersungguh-sungguh melakukan urusan yang lain. Dengan demikian, waktu kita akan berkah.

Continue reading “Feeling Content”